Selasa, 23 Oktober 2012

ALANGKAH INDAHNYA HIDUP INI


Alangkah indahnya hidup ini
Andai dapat kutatap wajahmu
Kan pasti mengalir airmataku
Kerna pancaran ketenanganmu
Alangkah indahnya hidup ini
Andai dapat kukucup tanganmu
Moga mengalir keberkatan dalam diriku
Untuk mengikut jejak langkahmu
Ya RasulAllah ya HabibAllah
Tak pernah kutatap wajahmu
Ya RasulAllah ya HabibAllah
Kami rindu padamu
Allahumma solli ‘ala Muhammad
Ya Rabbi solli ‘alaihi wa sallim
Alangkah indahnya hidup ini
Andai dapat kudakap dirimu
Tiada kata yang dapat aku ungkapkan
Hanya Tuhan saja yang tahu.
 Kutahu cintamu kepada umat
“Ummati ummati”
Kutahu bimbangnya engkau tentang kami
Syafaatkan kami
 Ya RasulAllah ya HabibAllah
Terimalah kami sebagi umatmu
Ya RasulAllah ya HabibAllah
Kurniakanlah syafaatmu
Allahumma solli ‘ala Muhammad
Ya Rabbi solli ‘alaihi wa sallim
(Alangkah Indahnya Hidup Ini – Raihan)
Dalam bukunya 100 tokoh yang paling berpengaruh di dunia, Michael H Hart menempatkan Muhammad pada urutan pertama. Berikut pengakuannya yang tertuang di halaman pertama buku tersebut
“Jatuhnya pilihan saya kepada Nabi Muhammad dalam urutan pertama daftar 100 Tokoh Paling berpengaruh di dunia mungkin mengejutkan sementara pembaca dan mungkin jadi tanda tanya sebagian yang lain. Tapi saya berpegang pada keyakinan saya, dialah Nabi Muhammad satu-satunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih sukses-sukses luar biasa baik ditilik dari ukuran agama maupun ruang lingkup duniawi.
Berasal-usul dari keluarga sederhana, Muhammad menegakkan dan menyebarkan salah satu dari agama terbesar di dunia, Agama Islam. Dan pada saat yang bersamaan tampil sebagai seorang pemimpin tangguh, tulen, dan efektif. Kini tiga belas abad sesudah wafatnya, pengaruhnya masih tetap kuat dan mendalam serta berakar.”
Pernyataan ini kembali dipertegas dalam kisah semi fiktif yang diramu oleh Tasaro GK dalam novel biografi Muhammad. Muhammad: Lelaki Penggenggam Hujan, Para Pengeja Hujan. Dua buku ini berhasil menarik saya untuk membayangkan kejadian yang terjadi di masa itu, masa ketika beliau masih hidup dan menjadi pemimpin di tengah-tengah kaumnya.
Novel biografi ini juga menjadi berbeda karena didalamnya terdapat kisah tentang lelaki persia yang memiliki pengetahuan mengenai ajaran agama melalui kitab-kitab yang juga diturunkan kepada para nabi sebelumnya. Kisah ini mungkin tidak nyata. Tetapi bahasa dan alur maju mundur yang disajikan kembali membuat imajinasi saya berkelana ke masa yang mungkin saya tidak pernah bisa bayangkan sebelumnya. Kisah ‘sampingan’ ini juga meramu unsur-unsur cinta, persahabatan, kesetiaan, kepercayaan, dan hal-hal yang bersifat manusiawi lainnya dengan bahasa yang santun dan lembut. Pada judul yang pertama (Lelaki Penggenggam Hujan, red), Saya sangat penasaran dengan kisah yang terjadi pada lelaki persia bernama Kashva, Sang Pemindai Surga. Pencariannya terhadap seorang yang (diceritakan dalam kitab yang dibacanya) akan menjadi Cahaya bagi umat manusia membawanya berkelana ke segala penjuru, puncak-puncak salju di perbatasan India, Pegunungan Tibet, biara di Suriah, Istana Heraklius, dan berakhir di Yastrib, sang Kota Cahaya.
Memang membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk memahami antara kisah sampingan tersebut, dengan sejarah perjuangan Muhammad Saw. Hampir saya mengira bahwa kedua kisah ini adalah kisah yang terpisah, untuk menunjukkan bahwa novel ini bukanlah buku sejarah. Namun, ternyata, inilah paduan yang membuat novel ini menjadi luar biasa (bagi saya) karena, saya diajak untuk berpikir dan berkelana sehingga menemukan titik pertemuan keduanya. Semua bermuara di novel keduanya (Para Pengeja Hujan) yang menceritakan kisah Khulafaurrasyidin pasca meninggalnya Rasulullah, yang kemudian melakukan ekspansi ke Persia. Meskipun pada akhirnya kisah ini seperti menggantung (mungkin akan ada lanjutannya), Saya merasa bahwa novel ini telah membuka mata saya untuk merindukan Sang Teladan Umat Manusia itu dengan cara yang saya yakini.
Novel ini juga tidak hanya menceritakan keteladanan sifat Nabi Muhammad. Ada juga kisah-kisah inspiratif dari istri, anak, menantu dan sahabat-sahabat yang memberikan dukungan luar biasa dalam perjuangannya mensyiarkan Islam. Berikut adalah beberapa kisah yang –saat membacanya- saya merasa berada di hadapan kejadian itu, namun sebagai penonton yang hanya mampu menangis terharu, tersenyum bahagia, begemuruh marah dan juga menyesal terisak.
  1. Ketika Muhammad dihadapkan pada sebuah tahun kesedihan, dimana Paman yang dicintainya, Abu Thalib berpulang ke Rahmatullah dalam keadaan belum beriman pada Islam. Tak lama setelah itu, Ia juga kehilangan istri yang sangat dicintainya, Khadijah binti Khuwalid. Selama 25 tahun hidup bersamanya, Khadijah merupakan nikmat Allah yang paling agung. Ia senantiasa menghibur disaat sedih dan menguatkan disaat kritis, ikut serta bersama dalam perjuangannya serta selalu membela baik dengan jiwa maupun hartanya. Untuk mengenang itu, Rasulullah bertutur “dia telah beriman kepadaku saat manusia tidak ada yang beriman, dia membenarkanku disaat manusia mendustakan, dia memodaliku dengan hartanya disaat manusia tidak menahannya. Allah mengkaruniakanku anak darinya sementara Allah tidak memberikannya dari isteri yang lainnya.” Tahun ini menjadi tahun yang begitu berat bagi Muhammad, namun Ia terus berjuang tanpa lelah. Bahkan menjadi lebih bersemangat.
  1. Disaat Muhammad memaafkan Wahsyi, budak kulit hitam yang membunuh paman tercintanya, Hamzah bin Adul Muthalib. Wahsyi bukan saja membunuh namun juga mengambil hati Hamzah untuk diserahkan kepada Hindun istri Abu Sufyan. Dendam terhadap kematian anaknya pada perang Badr membuatnya tega untuk memakannya. Sebagai imbalannya Wahsyi mendapatkan kebebasan dari status budak disertai beberapa perhiasan emas. Pada saat itu tentu Nabi Muhammad tahu bahwa Wahsyi menyerahkan diri, bukan karena terpanggil hatinya ingin masuk Islam namun semata-mata karena tidak bisa lari lagi setelah dia melarikan diri dari Mekah ke Thaif. Beliau bisa saja melakukan apapun untuk memberikan hukuman kepada Wahsyi. Namun ternyata beliau memilih untuk memaafkan dan melepaskannya dengan syarat bahwa ia tidak menginginkan kemunculan Wahsyi di hadapannya. Kebaikan itu justru membuat Wahsyi menangis dan setia kepada nabi selama sisa hidupnya. Dalam penyerbuan ke Yamamah, dengan tekadnya yang kuat, Wahsyi akhirnya berhasil membunuh Musailamah al Kazab, Sang nabi palsu. Kisah ini menunjukkan bahwa Muhammad memiliki hati yang sangat lapang untuk memaafkan, meski sebenarnya Beliau memiliki hak veto untuk membalas dendam. Tetapi itu tidak dipilihnya, karena Ia ingin menunjukkan bahwa masa lalu sekelam apapun dapat tergantikan dengan kesungguhan untuk bertaubat dan menjadi lebih baik.
  1. Ketika Muhammad meminta diqishash oleh umatnya atas perbuatannya yang dianggap menyakiti mereka, lalu Ukkayash mengatakan bahwa Muhammad pernah melecutkan cambuknya ke punggung Ukkayash dalam perang Badar. Padahal saat itu lecutan cambuk yang terjadi adalah karena tidak sengaja, nabi ingin melecut untanya. Namun beliau tidak bersembunyi dibalik ketidaksengajaan, bahkan beliau tetap meminta dicambuk untuk menerima qishash meskipun para sahabat ingin menggantikan tubuhnya dengan tubuh mereka. Diluar dugaan, Ukkayash yang menuntut qishash malah menghambur untuk memeluk nabi saat nabi membuka pakaiannya. Ukkayash sebenarnya telah memaafkan ketidaksengajaan itu. Ia hanya ingin mendapatkan kesempatan untuk memeluk Nabi, karena kesempatan itu akan sangat sulit sekali untuk didapatkan. Kisah ini membuat saya menyadari betapa besarnya cinta yang ditebarkan oleh Muhammad kepada umatnya sehingga umatnya pun begitu mencintai Nabi dengan tulus dan tanpa pamrih. Seorang pemimpin hanya bisa dicintai oleh pengikutnya jika memberi tauladan yang baik, dalam ucapan maupun pembuktian dengan perilakunya.
  1. Nabi Muhammad didapati sedang mengganjal perutnya yang kelaparan dengan batu-batu yang dibungkus kain, hingga Umar bin Khattab bertanya apakah beliau meragukan para sahabat dan pengikutnya yang dapat memberinya makanan. Nabi menjawabnya dengan senyuman dan mengatakan bahwa karena Beliau mengetahui para sahabat dan pengikutnya begitu peduli kepadanya, maka beliau tidak menceritakan kondisi yang dialami. Beliau khawatir jika di kehidupan selanjutnya akan dipertanyakan sebagai pemimpin yang mengemis dari ummatnya. Muhammad tentu memilik kekuasaan yang  istimewa, namun beliau begitu khawatir menyalahgunakannnya. padahal dengan kekuasaan yang beliau miliki tersebut, beliau bisa berlaku bak raja yang selalu siap untuk dilayani. Namun Muhammad malah memilih untuk hidup sederhana bahkan rajin berpuasa sehingga ia dapat juga merasakan kepedihan yang dialami oleh kaum dhuafa.
  2. Perjalanan Muhamman bersama Abu Bakar dalam hijrahnya. Persembunyiannya di Gua Tsur menunjukkan kepercayaan Beliau terhadap Abu Bakar. begitu juga kecintaan Abu Bakar terhadap pemimpinnya yang juga sekaligus sahabatnya. kerelaan Abu Bakar untuk menemani Rasulullah menghindar dari kaum Quraisy dibuktikan dengan penjagaannya yang ketat terhadap raga Muhammad. Abu Bakar berjalan dari depan ke belakang, kiri ke kanan, untuk memastikan bahwa Rasulullah tidak akan terkena serangan musuh. pengorbanan yang dilakukan oleh Abu Bakar di dalam gua menunjukkan bahwa persahabatan yang hakiki semerta-merta hanya terjalin karena keikhlasan mengharap ridha Allah Swt., tanpa meminta balasan apapun dari makhluk sejenisnya.
  3. Ketika Muhammad memasuki Mekah yang ditaklukan dengan damai. Alih-alih menghukum musuh yang membencinya seperti Abu Sufyan, Ikrimah bin Abu Jahal, Khalid bin Walid, Nabi malah melindungi mereka, memberi kesempatan meraka untuk mempelajari Islam tanpa paksaan, menghapus seluruh kejahatan mereka di masa lalu dan memberikan harta rampasan perang yang lebih banyak daripada para pengikutnya. Ternyata kebaikan ini malah membuat para musuh menjadi terketuk hatinya, bahkan Khalid bin Walid menjadi pemimpin pasukan Islam yang luar biasa. Dalam kisah ini saya akhirnya menyadari bahwa sifat pengasih dan pemurah justru lebih menawan hati seseorang daripada kekerasan seperti perang karena perang hanya menimbulkan rasa takut bukan segan apalagi cinta.
  4. Ketika Nabi Muhammad menikahkan putrinya Fatimah, dengan keponakannya Ali bin Abi Thalib. Proses pinangan yang sederhana berlangsung singkat, tanpa menuntut banyak terhadap menantunya. penolakan yang dilakukan untuk para sahabat yang juga melamar Fatimah sebelumnya sangat santun namun tegas. Ia begitu mencintai putrinya dan memahami isi hatinya tanpa harus dikomunikasikan secara gamblang. Kehidupan pasca pernikahan yang dialami putirnya pun begitu memprihatinkan. Tidak berarti kehidupan seorang putri Pemimpin umat menjadi menyenangkan. Fatimah seringkali bersedih karena tidak memiliki makanan sedikitpun.  Namun Muhammad selalu memberikan semangat dan kasih sayangnya. Kisah ini menunjukkan bahwa Muhammad adalah seorang Ayah yang begitu memperhatikan anaknya, namun tidak berarti memanjakannya. Ia melibatkan mereka dalam setiap perjuangan yang dilaluinya, karena baginya, meski surga sudah dihadapnnya, perjuangan harus tetap dilaksanakan.
  5. Disaat nabi Muhammad bersiap dipanggil Allah swt, beliau juga merasa tubuhnya melemah seperti manusia biasa. Beliau tidak mengeluh namun masih sempat memberikan petunjuk-petunjuk yang baik untuk ummatnya yang dikasihi. Sebelum jiwa meninggalkan raganya beliau tetap memohon ampun dan berdoa agar dipertemukan dengan Allah swt. Kemudian beliau juga sangat memperhatikan umatnya sehingga lafal terakhir yang keluar dari mulutnya adalah “Ummatti..ummati..ummati..” sebesar itulah kecintaan Muhammad kepada umatnya, hingga beliau rela untuk menanggung setengah rasa sakit sakaratul maut dari umat setelah kepergiannya. Lalu bagaimana dengan kita? Apakah sudah sampai sebesar itu kecintaan kita?
Kisah-kisah tersebut sebenarnya sudah pernah saya dapatkan di buku dongeng sejarah islam maupun pelajaran agama ketika di bangku sekolah. Namun saat saya membaca kembali kisah tersebut dalam novel ini, ada getaran lain yang membuat saya begitu merindukan Rasulullah. Yah, mungkin saya terlambat untuk menyadari bahwa saya begitu mencintai manusia yang paling utama ini. Tapi ternyata ini adalah sebuah proses yang harus dilalui. Mungkin inilah yang disebut jatuh cinta, indah pada waktunya. Bukan kemarin, bukan esok hari, tetapi saat ini, saat Allah berkenan untuk menitipkan rasa itu pada saya.
Maka yang perlu saya lakukan adalah bersyukur, mendapati bahwa Allah masih memberikan kesempatanNya kepada saya, untuk bisa mencintai dan merindukan Sang Lelaki Penggenggam Hujan. Alangkah indahnya hidup ini…

Memaknai Maulid Nabi Muhammad
12 Rabiul Awal 1433 H